
Gemanusantara.com — Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus memperkuat upaya pencegahan stunting melalui pendekatan menyeluruh yang melibatkan banyak aspek, mulai dari pola asuh, pencegahan pernikahan dini, hingga pendampingan psikologis keluarga.
Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Kabupaten (Setkab) Kutai Timur, Sudirman Latif, menjelaskan bahwa stunting memiliki banyak penyebab, dan salah satu faktor penting adalah pola asuh yang kurang tepat, termasuk kondisi keluarga yang mengalami pernikahan dini maupun jarak kelahiran anak yang terlalu dekat.
“Pernikahan dini, pola asuh, hingga jarak kelahiran yang terlalu rapat sangat berpengaruh terhadap kondisi anak. Ini bukan hanya soal perawatan setelah lahir, tetapi juga kondisi psikologis dan kesiapan orang tua,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, dirinya telah berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk proyek perubahan yang digagas oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutim dan OPD lainnya, yang saat ini menempatkan Kutai Timur sebagai salah satu daerah dengan inovasi terbaik kedua secara nasional dalam penanganan masalah pola asuh dan stunting.
“Saya kebetulan menjadi mentornya. Program itu diarahkan agar benar-benar tepat sasaran, terutama dalam menangani pola asuh, pernikahan dini, dan masalah lain yang berdampak pada tumbuh kembang anak,” jelasnya.
Sudirman juga menekankan bahwa masalah pola asuh tidak hanya ditemukan pada keluarga kurang mampu. Bahkan, keluarga mapan, termasuk ASN, turut berisiko karena kurangnya waktu dalam pengasuhan.
“Betul, banyak keluarga mapan yang mengalami masalah stunting karena pola asuh. Mereka mampu secara ekonomi, tapi waktu untuk mendampingi anak sangat kurang,” katanya.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia menegaskan perlunya pola kepemimpinan yang kolaboratif. Penanganan stunting, menurutnya, tidak bisa dibebankan pada satu OPD saja.
“Di rumah sakit, bukan hanya dokter yang bekerja. Ada psikolog medis juga. Kalau masalah berasal dari pola asuh, harus dicari siapa yang bertanggung jawab. Rumah sakit punya tenaga ahli, Dinas Perlindungan Anak punya peran, dan seterusnya. Semua OPD harus berbagi tugas,” tegasnya.
Menurutnya, proyek perubahan yang dijalankan Pemkab Kutim saat ini berfokus pada mengidentifikasi akar masalah. Dengan begitu, intervensi tidak hanya bersifat permukaan, tetapi benar-benar menyasar penyebab utama stunting.
“Kami mencari permasalahan-permasalahan penyebab stunting. Setelah itu, kita tetapkan siapa OPD yang bertanggung jawab. Dengan begitu, program akan tepat sasaran,” tambahnya. (Adv/ma)