Samarinda Pilih Kajian Mendalam Sebelum Pertimbangkan Penempelan Stiker Bansos

Gemanusantara.com– Sementara beberapa daerah di Indonesia tengah ramai memperdebatkan soal penempelan stiker bagi penerima bantuan sosial (bansos), Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mengambil pendekatan yang lebih hati-hati. Alih-alih menempelkan label “keluarga miskin” pada rumah warga, Pemkot lebih dulu melakukan evaluasi dan kajian menyeluruh sebelum mengambil keputusan.
Plt. Kepala Dinas Sosial Samarinda, Mochammad Arief Surochman menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan stiker yang diterapkan di kota tersebut. Menurutnya, langkah tersebut bertujuan untuk menghindari dampak psikologis atau stigma sosial yang mungkin muncul jika warga diberi label tertentu.
“Kami ingin memastikan bantuan sosial tepat sasaran tanpa menimbulkan persepsi negatif. Oleh karena itu, evaluasi dan kajian mendalam menjadi langkah pertama,” jelas Arief, Selasa (11/11/2025).
Pemkot Samarinda saat ini memanfaatkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk mengelola penyaluran bantuan. Sistem ini memastikan bahwa seluruh penerima manfaat tercatat secara resmi, sehingga penyaluran bantuan lebih terkontrol dan transparan.
Arief menekankan, mekanisme pendataan dan distribusi berbasis DTKS dinilai lebih penting daripada sekadar menempelkan stiker. Menurutnya, sistem ini dapat mengurangi risiko kesalahan dan ketidakadilan dalam penyaluran bantuan sosial.
Meski demikian, ia mengakui masih ada warga yang menerima bantuan dari jalur lain, misalnya program provinsi, pusat, atau bantuan dari perusahaan dan organisasi masyarakat. Namun untuk program yang bersumber dari anggaran Pemkot Samarinda, semua penerima telah diverifikasi melalui database resmi.
“Bantuan dari kota hanya diberikan kepada warga yang masuk dalam data resmi dan memenuhi kriteria. Program lain bisa berbeda, tapi penyaluran kota selalu sesuai data dan juknis,” jelasnya.
Terkait kemungkinan kebijakan stiker diterapkan di masa depan, Arief menegaskan bahwa Pemkot tidak menutup pintu. Namun, kebijakan tersebut hanya akan dipertimbangkan jika evaluasi menunjukkan bahwa manfaatnya lebih besar dibanding risiko yang ditimbulkan.
“Kebijakan sosial menyangkut harga diri warga, jadi langkah yang kami ambil harus berhati-hati. Tidak ingin ikut tren tanpa memastikan dampaknya,” pungkas Arief.
Dengan pendekatan berbasis data dan evaluasi hati-hati ini, Samarinda berupaya menjaga keadilan sosial sekaligus melindungi warga dari stigma yang tidak diinginkan. (Nit/Rir)



