Raperda Retribusi Dibahas, Pemkot Samarinda Pastikan Akses Kesehatan Tak Berubah

Gemanusantara.com – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pajak dan retribusi daerah memunculkan kekhawatiran publik soal kemungkinan berkurangnya akses layanan kesehatan gratis. Pemerintah Kota Samarinda menegaskan, regulasi tersebut tidak akan mengubah pola pelayanan kesehatan dasar yang selama ini diberikan kepada masyarakat.
Dinas Kesehatan Kota Samarinda memastikan bahwa layanan kesehatan primer dan kegawatdaruratan medis tetap berada dalam skema pembiayaan wajib pemerintah. Artinya, masyarakat tetap berhak memperoleh pelayanan tanpa pungutan, terlepas dari proses legislasi yang sedang berjalan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda, Ismed Kusasih, menyebut isu retribusi kesehatan kerap disalahartikan sebagai upaya komersialisasi layanan publik. Padahal, kata dia, substansi pengaturan lebih diarahkan pada penyesuaian administratif dan optimalisasi tata kelola layanan tertentu.
“Yang dilindungi dan tidak boleh berubah adalah pelayanan kesehatan dasar. Itu hak masyarakat dan menjadi tanggung jawab pemerintah,” ujar Ismed, Kamis (18/12/2025).
Ia menjelaskan, sebagian besar warga Samarinda telah tercover Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan. Dengan tingkat kepesertaan mencapai sekitar 99 persen, ruang pengenaan retribusi kesehatan sangat terbatas dan tidak menyasar layanan utama masyarakat.
“Kalau mayoritas warga sudah dijamin BPJS, maka yang diatur hanya layanan di luar skema tersebut,” katanya.
Menurut Ismed, retribusi dalam Raperda hanya dimungkinkan pada kondisi tertentu, seperti pasien yang belum masuk sistem jaminan kesehatan atau tidak memenuhi persyaratan administratif daerah. Meski demikian, fasilitas kesehatan tetap diwajibkan memberikan pelayanan pada kondisi medis tertentu, terutama kegawatdaruratan.
“Dalam kondisi darurat, tidak ada alasan administratif untuk menolak pasien,” tegasnya.
Dalam proses pembahasan, DPRD Kota Samarinda juga memberi catatan agar layanan kesehatan primer secara eksplisit dikecualikan dari objek retribusi. Catatan tersebut dinilai memperkuat jaminan bahwa regulasi tidak akan menggerus hak dasar masyarakat.
Ismed menambahkan, praktik pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi sejatinya telah lama dijalankan oleh Pemkot Samarinda. Program Doctor On Call (DOC) disebut sebagai salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam memastikan layanan medis tetap dapat diakses oleh seluruh warga.
“Selama membutuhkan pertolongan dan berada di Samarinda, layanan kesehatan tetap kami berikan,” ujarnya.
Pendekatan tersebut juga berlaku di fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah, termasuk puskesmas, rumah sakit daerah, dan laboratorium kesehatan, yang selama ini menjadi tulang punggung layanan kesehatan publik di kota ini.
Pemkot Samarinda menegaskan bahwa pembahasan Raperda justru dimaksudkan untuk memperjelas batas layanan yang dapat dikenakan retribusi, tanpa mengurangi jaminan layanan kesehatan dasar yang telah berjalan. (Nit)



