Pemkot Samarinda Tata Ulang Status Lahan Pasar Segiri

Gemanusantara.com– Pemerintah Kota Samarinda kembali menyoroti status kepemilikan lahan di kawasan Pasar Segiri. Kawasan yang dikenal sebagai pusat perdagangan terbesar di kota itu ternyata belum sepenuhnya memiliki kejelasan status hukum. Banyak bangunan permanen yang berdiri di atas lahan pemerintah, namun hanya berbekal Surat Keterangan Tempat Usaha dan Berdagang (SKTUB). Akibatnya, batas antara hak guna sementara dan kepemilikan sah menjadi kabur.
Kepala Bidang Aset Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda, Yusdiansyah, menjelaskan bahwa total luas lahan Pasar Segiri mencapai sekitar 5,6 hektare. Berdasarkan data pemerintah, terdapat 58 bidang Hak Guna Bangunan (HGB) dengan total area sekitar 5,8 hektare.
“Dari jumlah itu, sebanyak 41 bidang masih aktif hingga 2028–2030. Sisanya sudah kami tarik kembali dan ditetapkan sebagai aset milik Pemerintah Kota,” terangnya.
Ia menyebutkan, sebagian lahan yang telah dikembalikan kini digunakan untuk kepentingan umum. “Beberapa titik sudah kami manfaatkan, salah satunya untuk pembangunan CECUR. Jadi secara administrasi sudah sah menjadi milik Pemkot,” ujar Yusdiansyah, Selasa (4/11/2025).
Namun, di lapangan masih ditemukan banyak bangunan yang berdiri di atas lahan berstatus SKTUB, padahal bentuknya menyerupai ruko permanen. “Ini yang sedang kami benahi. Banyak pedagang yang mengira sudah punya hak milik karena bangunannya permanen, padahal secara hukum belum,” tambahnya.
Selain itu, fenomena kepemilikan ganda juga masih terjadi di kalangan pedagang. Ada yang menguasai lebih dari satu unit tempat usaha, bahkan hingga lima sampai sepuluh los. “Sebagian diwariskan turun-temurun tanpa dokumen resmi. Kami tidak ingin kondisi seperti ini dibiarkan karena berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari,” katanya menegaskan.
Pemkot Samarinda kini tengah melakukan penataan ulang dokumen aset dan berkoordinasi lintas instansi agar pengelolaan lahan kembali sesuai aturan. “Kami ingin semuanya transparan dan tertib. Data kami menunjukkan hanya ada 58 bidang HGB yang sah. Selebihnya akan diklarifikasi lebih lanjut bersama Dinas Perdagangan,” tutup Yusdiansyah. (Nit/Rir)



