Pemkot Samarinda Mantapkan Mulok Bahasa Kutai untuk Perkuat Identitas Lokal

Gemanusantara.com– Pemerintah Kota Samarinda mulai memperkuat kembali pendidikan berbasis kearifan lokal melalui penerapan Muatan Lokal (Mulok) Bahasa Kutai di seluruh Sekolah Dasar (SD), baik negeri maupun swasta. Langkah ini dianggap sebagai strategi penting menjaga identitas budaya daerah di tengah derasnya arus budaya luar yang semakin mendominasi keseharian anak-anak.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda, Asli Nuryadin, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan arahan langsung Wali Kota agar pendidikan tidak melepaskan diri dari akar sejarah dan budaya setempat. Menurutnya, bahasa dan sejarah Kutai memiliki keterikatan kuat dengan perjalanan Samarinda sebagai kota peradaban.
“Pak Wali selalu mengingatkan bahwa Samarinda tidak boleh tercerabut dari kearifan lokalnya. Sejarah kota ini tidak bisa dilepaskan dari Kesultanan Kutai,” jelas Asli Nuryadin, Kamis (11/12/2025).
Ia menuturkan, penguatan identitas lokal dilakukan melalui penetapan Bahasa Kutai sebagai muatan lokal wajib yang diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali). Untuk mendukung penerapannya, Disdikbud menyiapkan standar buku ajar, namun pemilihan penerbit sepenuhnya diserahkan kepada sekolah.
“Tidak ada kewajiban memakai satu penerbit tertentu. Buku yang diselaraskan oleh Yudistira itu hanya contoh. Sekolah bebas menentukan penerbit mana yang mereka anggap paling sesuai,” tegasnya.
Asli juga memastikan bahwa seluruh kebutuhan buku ajar dibiayai melalui BOS daerah (Bosda) dan BOS nasional (Bosnas), sehingga tidak ada pembebanan ke orang tua siswa. Kebijakan ini dimaksudkan agar penerapan mulok berjalan tanpa menimbulkan polemik biaya.
Terkait tenaga pendidik, ia menegaskan bahwa guru yang mengajar Bahasa Kutai tidak harus memiliki latar belakang pendidikan khusus. Yang terpenting, guru memahami dan mampu mempraktikkan bahasa tersebut secara benar.
“Tidak harus S1 Bahasa Kutai. Yang penting menguasai dan bisa menjelaskan dengan baik kepada anak-anak,” ujarnya.
Melalui kebijakan ini, Disdikbud berharap generasi muda Samarinda tumbuh dengan pemahaman kuat terhadap budaya sendiri tidak hanya mengenal tren global, tetapi juga memahami sejarah, bahasa, dan nilai-nilai lokal yang menjadi fondasi kota ini.
“Paling tidak anak-anak tidak hanya mengikuti budaya luar. Mereka harus tahu siapa mereka dan dari mana mereka berasal,” tutup Asli. (Nit)



