SAMARINDA

Kebijakan Pidana Kerja Sosial Dipertanyakan Warga, Andi Harun Balik Tekankan Peran Dominus Litis Jaksa

Wali Kota Samarinda, Andi Harun. (Gemanusantara.com)

Gemanusantara.com– Di Samarinda, wacana penerapan pidana kerja sosial mulai memunculkan suara pro dan kontra dari warga. Sebagian menilai kebijakan itu bisa menjadi jalan keluar bagi perkara-perkara ringan, tapi tak sedikit pula yang menganggapnya rawan disalahgunakan bila tidak diawasi ketat.

Seorang warga di Kecamatan Sungai Pinang menilai kerja sosial bukan persoalan kecil. Ia mengaku khawatir jika mekanisme ini membuat pelaku tindak pidana tertentu lolos dari hukuman penjara yang semestinya.

“Kalau orang yang buat salah cuma disuruh kerja sosial, kami takutnya nanti dianggap enteng. Apalagi kalau perbuatannya ganggu keamanan lingkungan,” ujar seorang warga yang meminta namanya disamarkan.

Kekhawatiran itu juga datang dari kelompok masyarakat yang menyoroti kesiapan pemerintah dan aparat. Mereka menyebut tanpa pengawasan berlapis, pidana kerja sosial bisa berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial.

“Tolong pastikan dulu sistemnya benar-benar kuat. Jangan sampai nanti ada yang dapat kerja sosial, tapi yang lain harus masuk penjara. Itu bisa bikin orang merasa diperlakukan tidak adil,” kata warga lainnya.

Menanggapi dinamika tersebut, Wali Kota Samarinda Andi Harun menegaskan bahwa pidana kerja sosial bukanlah jalur pintas. Ia menyebut mekanisme dalam KUHP Nasional justru mengatur proses penyaringan berlapis agar kebijakan ini tidak dipakai sembarangan.

“Peran kejaksaan sangat menentukan. Jaksa sebagai dominus litis punya kewenangan melakukan screening sebelum memutuskan apakah sebuah perkara layak dialihkan ke pidana kerja sosial,” ungkap Andi Harun, Rabu (10/12/2025).

Ia menjelaskan bahwa proses penapisan tidak hanya menilai berat ringannya ancaman pidana, tetapi juga memastikan terpenuhinya unsur tindakan dan niat jahat. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, perbuatan itu sendiri tidak memenuhi syarat sebagai tindak pidana.

“Tidak semua perkara berancaman enam bulan otomatis bisa dialihkan, karena karakter perbuatannya juga harus diperiksa. Termasuk apakah kasus itu berpotensi mengganggu keamanan atau dilakukan oleh pelaku dengan kondisi tertentu,” ujarnya.

Andi Harun menambahkan, setelah kejaksaan selesai melakukan screening, tahap berikutnya masih harus dinilai oleh Pengawas Kemasyarakatan (PK). Penilaian itu meliputi kesehatan, kemampuan fisik, hingga kecocokan pelaksanaan kerja sosial bagi calon terpidana.

“PK juga melihat usia, kondisi penyakit, dan kapasitas fisik agar kerja sosial ini aman dan tidak membahayakan terpidana sendiri,” lanjutnya.

Menurutnya, sistem berlapis ini menjadi jaminan bahwa pidana kerja sosial tidak akan diterapkan secara asal-asalan, sekaligus memastikan rasa keadilan tetap terjaga di tengah masyarakat yang kini terbelah dalam melihat kebijakan tersebut. (Nit)

Related Articles

Back to top button