Dugaan Pelecehan Rekan Kerja Guncang Lingkungan ASN Samarinda

Gemanusantara.com– Seorang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di salah satu instansi pemerintahan di Kota Samarinda akhirnya angkat bicara setelah lama memendam kejadian yang dialaminya. Ia mengaku menjadi korban pelecehan oleh rekan kerjanya sendiri pada Februari 2025 lalu.
Peristiwa itu terjadi di sebuah rumah bangsalan di kawasan Samarinda Utara. Tempat yang seharusnya hanya digunakan untuk menyimpan makanan titipan, berubah menjadi lokasi yang menimbulkan trauma mendalam bagi perempuan berusia 32 tahun tersebut.
Korban yang enggan disebutkan namanya menuturkan, awalnya ia hanya berniat mengambil makanan yang sempat ia titipkan di kulkas rumah terduga pelaku.
“Waktu itu pintunya terbuka, jadi saya masuk aja tanpa curiga,” ujarnya, Senin (10/11/2025).
Namun tanpa disangka, rekan kerja yang juga penghuni rumah itu tiba-tiba menariknya ke dalam kamar.
“Dia paksa saya duduk di kasur, terus ngajak nonton film dewasa. Saya tolak,” tuturnya.
Korban menyebut, pelaku sempat mengunci pintu utama rumah dan berusaha menahannya agar tetap berada di dalam. Dalam kondisi panik, korban mengaku mengalami perlakuan tak pantas secara fisik.
“Saya sengaja acak barang-barang di kamar biar dia panik. Untung berhasil kabur,” katanya.
Usai kejadian, korban sempat melaporkan peristiwa itu ke atasannya. Namun, laporan tersebut tidak mendapat tanggapan serius.
“Sudah saya sampaikan ke pimpinan, tapi seolah diabaikan. Tidak ada tindakan tegas,” keluhnya.
Kini, korban telah mendapat pendampingan dari Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur untuk menempuh jalur hukum.
Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, membenarkan pihaknya telah menerima laporan tersebut dan tengah mendampingi korban.
“Laporan sudah kami teruskan ke Polresta Samarinda. Saat ini sedang dalam proses dan akan kami kawal hingga tuntas,” ujarnya.
Rina menegaskan, kasus seperti ini tidak boleh dianggap sepele, apalagi terjadi di lingkungan pemerintahan.
“Ketika lembaga publik tidak menunjukkan keberpihakan kepada korban, itu mencederai rasa keadilan,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, dukungan dari lingkungan kerja sangat penting agar korban berani bicara dan tidak merasa sendirian.
“Kami dorong korban untuk bersuara. Diam hanya akan memperpanjang luka,” kata Rina lagi.
Pendampingan hukum kini terus berjalan. TRC PPA memastikan korban mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak.
“Kasus ini bukan hanya soal individu, tapi juga soal bagaimana negara hadir melindungi warganya,” pungkas Rina. (Nit)



