SAMARINDA

DPRD Samarinda Pertanyakan Urgensi Sekolah Rakyat di Perkotaan

Gemanusantara.com – Rencana pembangunan Sekolah Rakyat (SR) di Kota Samarinda terus menjadi sorotan publik. Salah satu kritik disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Anhar, yang mempertanyakan urgensi program tersebut di tengah kota yang dinilai memiliki tingkat kelayakan hidup yang relatif baik.

Anhar menyampaikan bahwa konsep Sekolah Rakyat justru menambah kompleksitas sistem pendidikan nasional yang sudah dipenuhi berbagai jenis lembaga dan klasifikasi pendidikan. Ia menilai istilah “Sekolah Rakyat” membingungkan, karena pada dasarnya seluruh sekolah yang ada memang diperuntukkan untuk rakyat.

“Kalau semua sekolah itu untuk rakyat, kenapa harus diberi label Sekolah Rakyat? Bukankah ini bisa menimbulkan dikotomi baru antara sekolah unggulan dan sekolah untuk warga miskin ekstrem?” ujarnya.

Ia juga mengkritisi penetapan Kota Samarinda sebagai salah satu lokasi awal pembangunan SR, mengingat kota ini memiliki APBD mencapai Rp5 triliun dan tidak tergolong sebagai daerah dengan kemiskinan ekstrem tinggi. Menurut Anhar, alokasi anggaran untuk SR sebesar Rp280 miliar sebaiknya diprioritaskan untuk daerah-daerah dengan kebutuhan yang lebih mendesak.

“Kenapa bukan daerah yang secara data benar-benar menunjukkan kemiskinan ekstrem yang dijadikan lokasi? Jika kita terus menyebut pengangguran dan kemiskinan menurun, apa dasar membangun sekolah ini di Samarinda?” tegasnya.

Anhar juga menekankan agar pemerintah tidak menciptakan dikotomi pendidikan. Ia mengingatkan bahwa kualitas pendidikan seharusnya tidak dibedakan berdasarkan status ekonomi siswa atau lokasi sekolah.

“Kalau pemerintah ingin memberikan solusi pendidikan, jangan buat sekolah yang terkesan hanya untuk kelompok tertentu. Ini justru akan memperlebar kesenjangan,” tambahnya.

Legislator ini pun berharap, ke depan tidak ada lagi pembedaan antar sekolah berdasarkan branding atau program, dan semua fasilitas pendidikan harus mengacu pada prinsip pemerataan akses dan kualitas.

“Kita ingin sistem pendidikan yang merata, inklusif, dan berkeadilan. Jangan sampai niat baik pemerintah malah melahirkan labelisasi baru yang tidak diperlukan,” pungkasnya.

[ADV | DPRD SAMARINDA]

Related Articles

Back to top button