Dinkes Kutim: Kasus HIV Masih Mengkhawatirkan, Target Eliminasi 2030 Dikejar

Ilustrasi

Gemanusantara.com ‐ Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur menyoroti masih tingginya tantangan dalam penanggulangan HIV/AIDS di daerah tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes Kutim, Sumarno, menyebut bahwa kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus)
bagaikan gunung es karena jumlah yang terdeteksi sering kali hanya sebagian kecil dari kondisi sesungguhnya.

“HIV itu ibarat gunung es. Yang terlihat hanya sedikit, tapi yang tidak terdeteksi bisa lebih banyak. Karena itulah HIV menjadi mengkhawatirkan,” ujar Sumarno.

Ia menjelaskan, secara nasional, Indonesia menargetkan eliminasi HIV pada 2030, dengan capaian 90.

“90 persen orang dengan HIV mengetahui statusnya, 90 persen yang terdiagnosis mendapatkan pengobatan,” imbuhnya.

Serta 90 persen yang menjalani pengobatan mampu menekan jumlah virus, serta menghilangkan diskriminasi terhadap penyandang HIV.

Menurut Sumarno, stigma dan privasi menjadi tantangan utama. Banyak orang enggan memeriksakan diri, dan bahkan yang sudah dinyatakan positif pun sering tidak berani memberi tahu keluarga atau lingkungan sekitar.

“HIV ini penyakit yang sangat sensitif. Enggak semua orang mau periksa, dan yang sudah positif pun biasanya tidak ingin diketahui keluarga atau tetangga,” jelasnya.

Terkait jumlah kasus di Kutim, Sumarno menyebut angka lebih dari 100 kasus tercatat dan bersifat akumulatif, bukan per tahun. Fluktuasi bisa terjadi karena mobilitas penduduk dan kedatangan warga dari daerah lain.

Dari sisi pelayanan, fasilitas kesehatan di Kutai Timur disebut sudah siap untuk penanganan, termasuk pemeriksaan dan terapi. Namun, Sumarno menegaskan bahwa kunci pemutusan rantai penularan adalah kesadaran masyarakat.

Untuk itu, Dinkes Kutim menerjunkan tujuh penyuluh HIV yang aktif melakukan edukasi ke sekolah-sekolah dan populasi kunci.

Langkah ini bertujuan mencegah generasi muda terjerumus dalam perilaku berisiko seperti penyalahgunaan narkoba dan seks bebas.

“Tujuannya supaya anak-anak kita tidak melakukan penyimpangan saat lulus nanti. Edukasi adalah cara paling efektif memutus mata rantai HIV. Kalau kesadaran tidak tumbuh, sulit HIV itu dihentikan,” tegasnya. (Adv/ma)

Exit mobile version