SAMARINDA

Novan: Kota Layak Anak Harus Inklusif bagi Difabel

Gemanusantara.com – Upaya Pemerintah Kota Samarinda untuk meraih predikat Kota Layak Anak (KLA) kategori utama masih menemui tantangan serius, khususnya dalam hal penyediaan fasilitas ruang publik yang ramah bagi anak-anak penyandang disabilitas. Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyoroti minimnya fasilitas inklusif di taman-taman kota yang saat ini lebih menonjolkan sisi estetika ketimbang fungsi sosial.

Novan mengungkapkan bahwa banyak ruang terbuka hijau (RTH) di Samarinda belum menyediakan fasilitas dasar yang dapat diakses oleh anak difabel, seperti jalur landai, permainan berbasis sensorik, maupun toilet ramah disabilitas. Ia menilai bahwa pembangunan taman publik masih berorientasi pada visual, bukan keadilan akses.

“Kita terlalu fokus pada keindahan fisik taman, tapi lupa bahwa anak-anak penyandang disabilitas juga punya hak untuk menikmati ruang itu. Jika mereka tidak bisa bermain di taman, maka kita belum adil sebagai kota,” ujarnya.

Menurutnya, fasilitas inklusif bukan sekadar pelengkap, melainkan syarat mutlak dalam menciptakan kota yang benar-benar layak anak. Ia mengingatkan bahwa penilaian KLA tidak hanya melihat jumlah taman, tapi juga aspek fungsi sosial dan kesetaraan akses bagi semua kelompok, terutama kelompok rentan.

“Samarinda bisa gagal capai KLA utama kalau taman-tamannya eksklusif. Harus ada perubahan paradigma, bahwa inklusivitas itu bukan pilihan, tapi keharusan,” tegas Novan.

Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi komunitas penyandang disabilitas dalam merancang fasilitas publik. Menurut Novan, tanpa mendengar langsung dari kelompok difabel, maka pembangunan akan jauh dari kebutuhan riil. “Kalau hanya dirancang di balik meja, mustahil kita tahu hambatan-hambatan yang mereka alami di lapangan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ia mendorong Pemkot Samarinda mencontoh kota-kota lain yang sudah mengintegrasikan jalur kursi roda, alat permainan sensorik, dan papan informasi braille dalam pembangunan taman. Ia menyebut hal itu sebagai wujud nyata dari komitmen terhadap prinsip non-diskriminasi dan keberpihakan pada anak.

“Ini bukan sekadar soal taman, tapi tentang bagaimana kota menunjukkan komitmen pada hak anak. Ruang publik harus jadi simbol penerimaan dan keberagaman,” tandasnya.
[ADV | DPRD SAMARINDA]

Related Articles

Back to top button