
Gemanusantara.com – Sengketa lahan antara Kelompok Tani (KT) Mekar Indah dengan perusahaan tambang PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) kembali menjadi sorotan publik setelah dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Kalimantan Timur pada Kamis (4/9/2025). Pertemuan tersebut mempertemukan perwakilan kelompok tani, perusahaan, instansi pemerintah, hingga aparat kepolisian, namun belum melahirkan titik temu yang memuaskan bagi kedua pihak.
Rapat dibuka dengan pemaparan Ketua KT Mekar Indah, Landoi, yang menegaskan kelompoknya telah mengelola lahan seluas 8.000 hektare sejak 1998 dengan dukungan pemerintah desa dan kecamatan. Menurutnya, kehadiran PT MSJ sejak 2005 tidak pernah melalui proses ganti rugi yang adil. “Kami hanya ingin ada musyawarah mufakat, bukan sekadar keputusan sepihak,” ucap Landoi di Gedung DPRD Kaltim, Samarinda.
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan tegas dari Kepala Dinas Kehutanan Kaltim, Joko Istanto. Ia menegaskan lahan yang dipersoalkan masuk dalam Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), sehingga tidak bisa dijadikan dasar kepemilikan. “Dalam rapat sebelumnya, sudah ditegaskan bahwa jalannya persoalan ini adalah melalui musyawarah, bukan klaim kepemilikan,” ujarnya.
PT MSJ pun menguatkan argumen itu. Melalui Agung Mahdi, External Relations Specialist perusahaan, disebutkan bahwa dasar klaim kelompok tani sudah tidak sah sejak lama. “Rekomendasi camat yang pernah dijadikan acuan sudah dicabut pada 2009. Bahkan, laporan pidana dari KT Mekar Indah juga telah dihentikan penyidikannya oleh kepolisian tahun lalu,” ungkap Agung.
Kepolisian turut memberikan penjelasan. Kabag Ops Polres Kukar, Kompol Roganda, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya justru menangani laporan dari PT MSJ terkait dugaan penutupan lahan dan penghalangan aktivitas operasional tambang oleh kelompok tani. Ia menegaskan proses hukum akan tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Hasil RDP sendiri dirangkum dalam tiga poin penting. Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy, menegaskan jual beli maupun ganti rugi tanah di kawasan kehutanan tidak diperbolehkan. Ia meminta kedua pihak menahan diri dan membuka ruang dialog lanjutan. “Kita harapkan pertemuan ini bukan akhir, melainkan awal dari proses musyawarah yang lebih intensif,” kata Agus.
Agus juga menambahkan bahwa DPRD Kaltim akan terus mengawal proses ini agar tidak menimbulkan gejolak sosial yang lebih besar. “Kami tidak ingin masyarakat dan perusahaan terus terjebak dalam konflik berkepanjangan. Mari utamakan solusi damai demi kepentingan bersama,” pungkasnya.
[ADV | DPRD KALTIM]