Gemanusantara.com – Gempa dahsyat berkekuatan 7,1 Skala Richter (SR) yang baru-baru ini terjadi di Pulau Kyushu, Jepang, telah menimbulkan kekhawatiran akan potensi gempa serupa di wilayah Pasifik, termasuk Indonesia. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai serupa dengan kekhawatiran yang dirasakan di Indonesia, terutama pada Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9).
Daryono menjelaskan, “Kedua segmen megathrust tersebut sudah lama tidak mengalami gempa besar dan rilis energi di wilayah ini hanya tinggal menunggu waktu.” Untuk mengantisipasi potensi bahaya, BMKG telah meningkatkan sistem monitoring dan peringatan dini yang memungkinkan diseminasi informasi gempa dan tsunami secara lebih cepat dan akurat.
Lebih lanjut, Daryono memaparkan bahwa jika terjadi gempa besar di Megathrust Nankai, Jepang, hal ini tidak akan berdampak pada sistem lempeng tektonik di Indonesia karena dinamika tektonik yang terjadi umumnya berskala lokal hingga regional. Namun, beliau menambahkan bahwa potensi tsunami yang dihasilkan dari gempa tersebut harus diwaspadai karena dapat menjalar hingga ke wilayah Indonesia.
BMKG juga telah memperbarui masyarakat mengenai keberadaan 13 segmen megathrust yang mengepung Indonesia, yang masing-masing memiliki potensi memicu gempa besar. Meskipun ada gempa yang terjadi di Indonesia pasca-megathrust Nankai Jepang, Daryono memastikan bahwa gempa-gempa tersebut tidak berkaitan dengan kejadian di Jepang. “Gempa kita banyak karena faktor geologis lokal, dan tidak ada kaitannya dengan gempa di Jepang,” tuturnya.
Dengan kondisi geologis Indonesia yang unik dan rawan bencana, BMKG terus berupaya menyediakan informasi yang akurat dan cepat kepada masyarakat untuk mengurangi risiko bencana akibat gempa bumi dan tsunami. (rir)