
Gemanusantara.com– Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Samarinda yang telah melampaui Rp1 triliun hingga pertengahan Desember 2025 menunjukkan kinerja penerimaan yang solid. Namun di balik capaian tersebut, masih tersisa catatan terkait struktur pendapatan dan ruang kendali pemerintah kota.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Samarinda mencatat mayoritas PAD masih bertumpu pada sektor pajak daerah. Beberapa jenis pajak bahkan telah melampaui target, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang menjadi salah satu penopang utama penerimaan.
Kepala Bapenda Samarinda, Cahya Ernawan, mengatakan capaian tersebut patut diapresiasi, namun tetap perlu dibaca secara proporsional.
“Secara angka, realisasi PAD kita sudah melewati Rp1 triliun. Tapi kita juga melihat masih ada pos yang belum optimal,” ujarnya.
Salah satu pos yang disorot adalah pajak kendaraan bermotor yang hingga kini belum memberikan kontribusi maksimal bagi kas kota. Meski menjadi salah satu sumber potensial, jenis pajak ini berada dalam skema opsen pemerintah provinsi sehingga ruang intervensi pemerintah kota relatif terbatas.
“Pajak kendaraan bermotor itu sifatnya opsen dari provinsi, bukan murni kewenangan kota,” kata Cahya.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa meski PAD tumbuh, fleksibilitas fiskal pemerintah kota belum sepenuhnya kuat. Ketergantungan pada jenis pajak tertentu dinilai berisiko apabila terjadi perlambatan ekonomi atau perubahan kebijakan di level yang lebih tinggi.
Di tengah keterbatasan tersebut, Bapenda memilih mengedepankan pendekatan insentif ketimbang penambahan beban pajak. Salah satunya melalui pemberian insentif BPHTB untuk mendorong transaksi properti tanpa menekan daya beli masyarakat.
“Kami tidak ingin mengejar PAD dengan cara membebani masyarakat dan dunia usaha,” ujar Cahya.
Isu tersebut juga mengemuka dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di DPRD Kota Samarinda. Legislator meminta agar kebijakan pajak yang disusun tidak hanya mengejar target penerimaan, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap iklim usaha dan pertumbuhan ekonomi lokal.
Cahya menyebutkan, pembahasan raperda saat ini hampir rampung, namun masih menyisakan sejumlah penajaman terkait klaster dan penyesuaian tarif.
“Prinsipnya adalah keadilan. Pajak itu tidak harus sama besar, tapi harus proporsional dan tidak memberatkan,” tegasnya.
Dengan waktu yang tersisa hingga akhir tahun anggaran, Pemkot Samarinda dihadapkan pada tantangan menjaga keseimbangan antara optimalisasi PAD dan perlindungan terhadap aktivitas ekonomi masyarakat. (Nit)