
Gemanusantara.com – Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi, menyoroti penyaluran Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) dan Bantuan Operasional Sekolah Nasional (BOSNAS) kepada sekolah swasta di Kota Samarinda. Meskipun bantuan operasional telah disalurkan ke lembaga pendidikan swasta, Ismail mengungkapkan bahwa kondisi yang memprihatinkan masih terlihat pada guru non-ASN. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan skema penggajian yang sepenuhnya bergantung pada yayasan dan iuran siswa.
“Gaji guru tergantung dari iuran, misalnya siswa jumlahnya sedikit dan SPP-nya kecil, otomatis pemasukan yang didapat sekolah dan gaji guru terbatas,” jelas Ismail.
Ismail juga menyoroti kesulitan yang dihadapi oleh sekolah swasta dalam menarik siswa, terutama karena tidak memiliki program unggulan yang dapat membedakan mereka dari sekolah lainnya. Akibatnya, dana BOS sering digunakan untuk menutupi kekurangan operasional sekolah, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik.
Ia menilai kesenjangan antara sistem penggajian guru swasta dan ASN cukup lebar, di mana guru ASN memiliki kepastian pendapatan dan jenjang karier, sementara guru swasta menggantungkan hidupnya pada keuangan internal sekolah.
Ismail mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan perlindungan sosial bagi guru swasta, terutama dalam hal akses terhadap layanan kesehatan.
“Semoga dengan adanya dukungan Pemkot Samarinda dan Provinsi Kaltim pada pendidikan swasta terus ditingkatkan, tak hanya melalui bantuan operasional, namun juga perluasan insentif dan jaminan sosial guna menjaga kualitas pendidikan,” ujar Ismail.
Selain itu, Ismail mengusulkan agar program seperti Gratispol dari Pemprov Kaltim dapat dimaksimalkan untuk tenaga pendidik non-ASN.
“Jika insentif dari pemerintah dicabut, maka guru swasta hanya bisa bergantung pada gaji dari yayasan. Padahal sekolah swasta di Samarinda jumlahnya lebih banyak ketimbang sekolah negeri,” tutup Ismail.
[ADV | DPRD SAMARINDA]