Kamaruddin Soroti Limbah Domestik dan Lemahnya Tata Ruang Kota

Gemanusantara.com – Di tengah statusnya sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda justru tertinggal dalam hal pengelolaan limbah domestik. Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Samarinda, Kamaruddin, mengakui bahwa sistem pengolahan limbah rumah tangga di kota tersebut masih jauh dari kata ideal.

Kamaruddin menyampaikan bahwa ketidaktahuan masyarakat terhadap definisi dan dampak limbah domestik turut memperparah kondisi. Menurutnya, sebagian besar warga masih menganggap limbah hanya sebatas sampah rumah tangga biasa, padahal limbah seperti tinja dan limbah dari septic tank merupakan ancaman serius bagi lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.

“Masih banyak warga yang tak memahami bahwa limbah domestik itu bukan hanya sampah dapur. Ini juga termasuk kotoran manusia dan air limbah lainnya yang mengandung patogen,” ujarnya di Samarinda.

Ia menambahkan bahwa tata kelola kawasan permukiman pun belum mendukung sistem pengolahan limbah yang terintegrasi. Hanya beberapa kawasan elit seperti Citra Land yang sudah menerapkan sistem pengelolaan limbah sesuai standar. Sementara di kawasan padat penduduk, banyak yang belum memiliki saluran pembuangan yang memadai, bahkan langsung membuang limbah ke sungai.

“Kalau bukan pengembang besar, hampir tak ada perumahan yang punya sistem pengolahan limbah sesuai aturan. Tata ruang kita masih acak-acakan,” tambahnya.

Kamaruddin juga menyoroti bahwa Kota Balikpapan dan Bontang sudah lebih dulu memiliki Peraturan Daerah (Perda) terkait pengelolaan limbah domestik. Hal ini menunjukkan bahwa Samarinda tertinggal dalam komitmen pembangunan berwawasan lingkungan.

“Sebagai ibu kota provinsi, ini memalukan. Kita harus kejar ketertinggalan ini secepatnya,” tegasnya.

Saat ini, DPRD Samarinda menargetkan penyelesaian Rancangan Perda tentang Pengelolaan Limbah Domestik pada 2025 setelah melewati proses harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar justru ada pada penerapan di lapangan, terutama di kawasan bantaran sungai yang selama ini luput dari pengawasan.

“Kalau tidak ada penegakan dan pengawasan, perda ini akan jadi pajangan belaka. Kami butuh dukungan eksekutif untuk memastikan pelaksanaan regulasi ini benar-benar berjalan,” tutup Kamaruddin.
[ADV | DPRD SAMARINDA]

Exit mobile version