
Gemanusantara.com – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, menegaskan bahwa perlindungan terhadap anak harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Menurutnya, perlindungan anak tidak cukup hanya dilihat dari angka statistik, namun harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang berdampak langsung pada kesejahteraan dan keselamatan anak.
“Kita tidak boleh terlena dengan tren penurunan pada kekerasan terhadap anak ini. Perlindungan tidak boleh berhenti pada laporan angka, tapi harus diwujudkan lewat aksi,” ujar Puji.
Puji juga menyoroti masih minimnya keberanian sebagian masyarakat untuk melaporkan kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan sekitar. Ia mengingatkan bahwa membiarkan tindakan kekerasan tanpa adanya laporan justru memberikan ruang aman bagi pelaku untuk terus melakukan tindakan serupa.
“Ketika korban ataupun keluarganya memilih untuk bungkam, maka pelaku merasa aman dan akan melakukan hal serupa berulang. Ini bukan aib, justru menyelamatkan masa depan anak,” tegas Puji.
Berdasarkan data dari Simfoni PPA, pada 2023 tercatat 189 kasus kekerasan terhadap anak di Samarinda, dengan angka ini sempat menunjukkan penurunan menjadi 150 kasus pada 2024. Namun, hingga pertengahan 2025, tercatat sebanyak 87 laporan, yang sebagian besar merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan.
Puji menilai, meskipun ada penurunan, angka tersebut masih belum sepenuhnya menggambarkan kondisi riil, karena banyak kasus yang tidak dilaporkan akibat kurangnya kesadaran atau adanya tekanan sosial.
Puji mendorong adanya kolaborasi antarinstansi untuk memperkuat sistem pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. “Sekolah, dinas sosial, aparat hukum, dan lingkungan sekitar harus bergerak bersama,” ujar Puji, menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pihak dalam menangani masalah ini.
Terakhir, Puji menegaskan bahwa komitmen perlindungan anak harus tertuang dalam kebijakan nyata pemerintah, bukan sekadar slogan atau program simbolik.
[ADV | DPRD SAMARINDA]